Nafsu syahwat itu seperti air bah yang turun dari puncak gunung. Barangsiapa berdiri menghadangnya, maka ia akan diterjah dan dilumatkan. Barangsiapa membiarkannya, maka ia bakal memporakporandakan negeri dan memusnahkan umat manusia. Orang yang berakal sihat tentu akan membuat jalan untuknya, menggali tanah sedalam-dalamnya dan mengalirkan air bah itu ke sana. Inilah yang diperbuat Islam.
Nafsu syahwat itu juga laksana bom yang siap menghancurkan. Bila pemantiknya tidak kau sentuh, engkau aman dari kedahsyatan ledakannya. Maka hati-hatilah untuk tidak menyentuh agar engkau tidak dilumatkan olehnya.
Islam tidak menyuruh kita untuk memenjarakan nafsu dan tidak menyuruh kita menjadi seorang biarawan, kerana hal itu bertentangan dengan tabiat yang telah Allah tetapkan untuk kita. Demikian juga Islam tidak memerintahkan kita untuk membiarkan nafsu menjadi besar dan kuat, yang akhirnya akan membahayakan orang lain. Namun Islam mengajarkan kepada kita bagaimana merawat dan memeliharanya agar tetap menumbuhkan manfaat di samping memotong duri-duri yang dapat menyakiti, agar memberikan hal-hal positif dan menyingkirkan mudharatnya.
Inilah sikap Islam berkenaan pengendalian nafsu. Bukan kerahiban dan buka pada permisifisme. Akan tetapi penyaluran dan pengendalian yang mendatangkan buah yang positif.
Pernikahan yang ideal menghimpun pelbagai hal yang indah, semangat, maslahat dan kasih sayang. Ia semacam senyawa kimia yang kukuh tidak pernah diurai selamanya. Cinta sejati sebagaimana yang kita kenal, adalah cinta yang tumbuh sebagai buah pernikahan, bukannya benih dari pernikahan.
No comments:
Post a Comment