Tuesday, August 27, 2013

Monday, August 26, 2013

Takut Akan Bayangan




Di sebuah daerah nan jauh dari kota, seorang pemuda terhinggap penyakit aneh. Ia begitu gusar dengan keadaannya. Selalu gelisah. Karena penyakit itu, sang pemuda tak berani keluar rumah siang hari. Takut. Sangat takut.

Sebenarnya, penyakit itu tampak sederhana. Sang pemuda begitu merinding ketakutan ketika melihat bayangan hitam dirinya akibat sorotan cahaya. Tiap kali menemukan bayangan hitam yang mengikuti geraknya, si pemuda berteriak histeris. “Takut! Takut!” Mungkin, bayangan itu terlihat lain olehnya. Seperti sosok hitam misterius yang terus membayangi ke mana pun ia bergerak.

Beberapa tabib telah didatangkan. Ada yang ahli gangguan setan. Ada yang ahli jiwa. Ada juru nasihat. Dan seterusnya. Tapi, semua belum menggembirakan. Sang pemuda masih saja takut. Ia seperti tak akan pernah sembuh.

Hingga suatu kali, seorang guru berkunjung. Dari balik rumahnya nan gelap, sang pemuda mempersilakan kakek tua itu masuk. “Silakan masuk, Guru!” ucapnya pelan. Kakek dan pemuda itu pun duduk dalam ruang gelap. Nyaris, tak seberkas sinar pun bisa menelusup dari celah bilik rumah itu. Ruang-ruang di situ begitu rapat. Gelap dan pengap.

“Ada apa, anakku? Kenapa kau mengurung diri seperti ini?” suara sang kakek memulai pembicaraan. Wajahnya nan teduh bisa terasa jelas oleh sang pemuda. Pertanyaan itu seperti mengungkit-ungkit rasa kesadarannya yang tertimbun takut.

“Aku takut, Guru! Takut!” jawabnya singkat. “Takut apa?” tanya sang guru lagi. “Aku takut dengan bayangan hitam yang terus membuntutiku. Ia seperti menunggu saat aku lengah. Mungkin, sosok hitam itu akan membunuhku!” ungkapnya sambil sesekali menahan tangis.

“Anakku. Tahukah kamu kalau bayangan hitamlah yang mengantarku ke sini. Kini, ia tak dapat masuk bersamaku di ruang ini. Padahal, ia sahabat terbaikku. Kemana pun aku pergi, ia selalu menemani,” ucap sang guru tenang.

“Tapi guru, ia begitu menyeramkan!” sergah sang pemuda bersemangat. Sang kakek pun tersenyum. Ia memegang pundak pemuda itu, lembut. “Anakku. Jangan terpengaruh dengan bayangan hitam. Karena itu pertanda kalau seseorang sedang tersorot cahaya,” suara sang kakek sambil menahan nafas.

“Anakku,” suaranya lagi agak lebih berat. “Songsonglah sumber cahaya, kau akan bahagia. Jangan terus menatap bayangan gelapnya. Karena kau akan takut melangkah!” ucap sang guru meyakinkan.

Dinamika hidup kerap menawarkan dua sisi. Satu sisi menawarkan peluang, dan sisi lain memunculkan ancaman. Ibarat cahaya, peluang selalu memberikan harapan. Dan cahaya yang menyorot sebuah benda, pasti akan membentuk bayangan. Itulah sisi gelap sebuah ancaman.

Persoalannya, orang kadang lebih sering melihat sisi gelap ancaman daripada harapan. Mau nikah, takut cerai. Mau bisnis, takut rugi. Dan seterusnya. Orang pun terkungkung pada rasa takut bayangan hitam yang sebenarnya sisi lain dari sebuah peluang.

Menarik apa yang pernah diajarkan seorang ulama seperti Ibnu Qayyim soal cahaya harap dan ancaman takut. Beliau mengatakan, “Harap dan takut tak ubahnya seperti dua sayap pada seekor burung.” Kepakan keduanya akan menerbangkan burung kemana pun ia pergi.

Mungkin benar apa yang dikatakan kakek guru di atas. Songsonglah cahaya harap, dan jadikan bayangan ancaman sebagai teman pengawas. Insya Allah, kita bisa terbang ke puncak cita-cita.    


Tuesday, August 6, 2013

Madrasah Ramadhan

Madrasah Ramadhan hampir melabuhkan tirai. Semestinya suasana di bulan Ramadhan ini sangat menggamit hati umat Islam dan pastinya sukar untuk kita mencari suasana seperti ini pada bulan-bulan yang lain. Ramainya manusia yang solat jemaah di surau dan masjid, meriahnya masjid ketika solat tarawikh dan iktikaf pada 10 malam terakhir, rajinnya bertilawah dan bertadarus al-Quran, rajinnya bersedekah dan kembalinya fitrah manusia ke arah kebaikan.

Rasulullah dan para Sahabat amat menantikan bulan Ramadhan dan menangisi pemergian bulan Ramadhan. Kuatnya Rasulullah dan para Sahabat berdakwah, maka bertambah kuatlah mereka berdakwah ketika bulan Ramadhan dan bertambah kuat lagi apabila memasuki 10 malam terakhir. Kurangnya Rasulullah dan para Sahabat makan dan tidur pada hari biasa, maka bertambah kuranglah mereka makan dan tidur ketika bulan Ramadhan dan bertambah kurang lagi apabila memasuki 10 malam terakhir. Itulah Tarbiyah Ramadhan.

Pemergian Ramadhan ini menggusarkan diri kita, adakah kita mampu mempertahankan fitrah yang dibina ketika Ramadhan. Adakah mampu kita bawa momentum madrasah Ramadhan ini ke bulan-bulan yang seterusnya? Mampu atau tidak kita istiqomah dengan Tilawah al-Quran, Solat Jemaah dan amal-amal soleh yang lain? Patutlah Rasulullah dan para Sahabat begitu merindui bulan Ramadhan ini kerana manusia akan kembali kepada fitrahnya.

Ketika Ramadhan, kita sering dihidangkan dengan kisah Rasulullah dan para Sahabat dalam Badar al-Kubra, iaitu pertarungan antara hak dan batil. Bahkan, Ramadhan kali ini, turut menyaksikan penderitaan umat Islam di Mesir, Syria, Palestin dan negara-negara lain. Maka, saksikanlah, pertarungan hak dan batil ini akan berterusan hingga ke akhirnya seperti pertarungan Nabi Musa dan Firaun. Pertarungan yang akan mengorbankan dan menyeksakan ribuan nyawa hinggalah hak itu menang. Maka, beruntunglah golongan yang berjual beli dengan Allah Taala di mana Allah janjikan syurga untuk mereka.

Maka, kemenangan kita menjejakkan kaki di bulan Syawal sepatutnya meningkatkan izzah dan jati diri sebagai Muslim. Banggalah kalian sebagai umat Islam yang baru saja menempuh madrasah tarbiyah dari Allah dan bersedialah untuk memikul tugas-tugas yang tidak akan habis. Rasailah kenikmatan madrasah Ramadhan ini dan anggaplah ini tarbiyah kita terus dari Allah. Insya Allah, Allah akan memberikan kekuatan dan kemenangan kepada kita dan seluruh umat Islam.

Taqabballahu Minna Wa Minkum